PRINSIP DASAR EKONOMI ISLAM

PENDAHULUAN
Sebagai sebuah studi ilmu pengetahuan modern, ilmu ekonomi islam baru muncual pada tahun 1970 an. Tetapi pemikiran dan praktik ekonomi islam telah ada sejak ribuan tahun yang lalu, bahkan bisa dikatakan sejak islam itu diturunkan melaliu nabi muhammad SAW.  Tepatnya sekitar abad akhir 6 M. Hinga awal abad 7 M. Dikatakan dalam sejarah, setelah masa tersebut para ulama’ banyak memberikan kontribusi pemikirannnya tentang ekonomi. Karya-karya mereka sangat berbobot, sebab karya tersebut selai memiliki argumentasi yang sangat kuat, juga didukung oleh fakta empiris pada zamannya.[1]
Jika pada saat ini sistem ekonomi islam tidak terlalu masyhur bukan karena sistem ekonomi islam tidak mempuni akan tetapi hal itu dikarenakan kajian-kajian tentang tereksploitasi ditengah dominasi ekonomi konvensional yang lebih mapan digunakan baik dinegara maju maupun berkembang. Bahkan menerutut saya apabila ekonomi islam bisa diterapkan dengan benar insya allah kehidupan ekonomi negara bahkan dunia akan baik dan masyarakat akan hidup tentram dan damai. Inilah yang menarik penulis untuk menulis tentang konsep ekonomi islam.
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Ekonomi Islam
Kata ekonomi berasal dari bahasa yunani yaitu oikos dan nomos. Kata eikos berarti rumah tangga sedangkan nomos berarti mengatur. Maka secara garis besar berarti ekonomi berarti aturan rumah tangga, atau menejemen rumah tangga. Kenyataannya, ekonomi bukan berarti rumah tangga suatu keluarga, melainkan bisa berarti ekonomi suatu desa, kota, dan bahkan suatu negara.[2]
 Ilmu yang mempelajari bagaimana setiap rumah tangga atau masyarakat mengelola sumberdaya yang telah mereka miliki untuk kebutuhan mereka disebut ilmu ekonomi. Definisi yang lebih populer yang sering digunakan untuk menerangkan ilmu ekonomi tersebut adalah: “salah satu cabang ilmu sosial yang khusus mempelajari tingkah laku manusia “
Berikut ini definisi Ekonomi dalam Islam menurut Para Ahli :
S.M. Hasanuzzaman, “ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi ajaran-ajaran dan aturan-aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam pencarian dan pengeluaran sumber-sumber daya, guna memberikan kepuasan bagi manusia dan memungkinkan mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka terhadap Allah dan masyarakat.”
M.A. Mannan, “ilmu ekonomi Islam adalah suatu ilmu pengetahuan social yang mempelajari permasalahan ekonomi dari orang-orang memiliki nilai-nilai Islam.”
Khursid Ahmad, ilmu ekonomi Islam adalah “suatu upaya sistematis untuk mencoba memahami permasalahan ekonomi dan perilaku manusia dalam hubungannya dengan permasalahan tersebut dari sudut pandang Islam.”
M.N. Siddiqi, ilmu ekonomi Islam adalah respon “para pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi zaman mereka. Dalam upaya ini mereka dibantu oleh Al Qur’an dan As Sunnah maupun akal dan pengalaman.”
M. Akram Khan, “ilmu ekonomi Islam bertujuan mempelajari kesejahteraan manusia (falah) yang dicapai dengan mengorganisir sumber-sumber daya bumi atas dasar kerjasama dan partisipasi.”
Louis Cantori, “ilmu ekonomi Islam tidak lain merupakan upaya untuk merumuskan ilmu ekonomi yang berorientasi manusia dan berorientasi masyarakat yang menolak ekses individualisme dalam ilmu ekonomi klasik.”
2.      Tujuan Ekonomi Islam
Tujuan Ekonomi Islam berdasarkan konsep dasar dalam islam yaitu tauhid dan berdasarkan rujukan pada Alquran dan Sunnah adalah :
a. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia yaitu papan, sandang, pangan kesehatan dan pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat.
b)      Memastikan kesamaan kesempatan bagi semua orang.
c)      Mencegah terjadi pemusatan kekayaan dan meminimalkan ketimpangan dana distribusi pendapatan dan kekayaan di masyarakat.
d)     Memastikan untuk setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai moral.
e)      Memastikan stabilitas dan juga pertumbuhan ekonomi

  3.      Metode Pengambilan Hukum Ekonomi Islam
Metode pengambilan hukum dalam ekonomi islam melalui ushul fiqh, bersandarkan pada al-qur’an, sunnah, ijma’, qiyas, istihsan, mashlahah mursalah, ‘urf, istishab, sad adz-dzari’ah. Perincian dari masing-masing sumber hukum dalam islam, yang dijadikan acuan dalam pengambilan hukum ekonomi islam antara lain:
a)      Al-qur’an
Alqur’an merupakan sumber utama bagi kehidupan umat islam. Sehingga bagi umat islam wajib mengimani dan meyakini alqur’an sebagai pedoman hidup mereka karena tanpa pedoman hidup umat manusia tentu tidak akan hidup damai terutama dalam kehidupan sosial masyarakat. Maka akan terjadi yang kuat akan menindas yang lemah dan yang kaya akan bertindak sewenang wenang terhadap yang miskin yang tua tidak menyayangi yang muda dan yang muda akan bertindak tidak sopan terhaddap yang tua.
Alqur’an diturunkan sebagai pedoman manusia yang komprehensif  maksudnya alqur’an mengatur kehidupan manusia dari segala aspek.[3] dari ibadah sampai muamalah lengkap ada di alqur’an. Kemudian timbul pertanyaan” kalau misalnya al qur’an itu lengkap mengatur kehidupan manusia kok masih perlu ada ijtihad ulama’? ya tidak diragukan lagi bahwa al-qur’an diturunkan sudah lengkap sebagai firman allah:
اليوم أكملت لكت دينكم وأتممت لكم عليكم نعمتي ورضيت لكم الا سلام دينا(المائدة:3)
Artinya:
Pada hari ini aku sempurnakan agamamu untukmu dan aku sempurnakan nikmatku untukmu dan aku ridhai islam sebagai agama (al-maidah:3)
Akan tetapi yang dimaksud lengkap ialah lengkap dari aspek prinsip-prinsipnya.
Ayat-ayat alqur’an yang menyangkut tentang muamalat terbagi menjadi ayat tentang hukum keluarga(ada 70 ayat), tentang ekonomi individu(ada 70 ayat), ayat tentang peradilan(ada 20 ayat),[4]tentang kejahatan dan model hukumannya yang bertujuan untuk merealisasikan hak azazi manusia(ada 30 ayat), tentang hukum dan mahkum(jumlahnya 10 ayat), ayat tentang huungan antara negara, yang berkaitan dengan peperangan, perdamaian, dan lain sebagainya(ada 25 ayat)ayat tentang ekonomi yang brkaitan  dengan pendapatan negara dan pengeluarannnya, yaitu tentang hak-hak individu dalam harta orang kaya (ada 10 ayat).
 Secara keseluruhan ajaran tentang ekonomi islam dalam alqur’an terdapat kurang lebih 340 ayat, dan 70 diantaranya berbicara tentang perdagangan dan perniagaan.[5]
b)      Sunnah
As-Sunnah atau Hadits adalah ucapan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad saw.[6]  
As-sunnah yang dilihat dari aspek perbuatan nabi saw ada enam macam, diantaranya:
·         Perbuatan Nabi Saw yang timbul dari kebiasaan beliau sebagai manusia, seperti makan, minum, berdiri, duduk, dan lain sebagainya. Hukumnya mubah (boleh) untuk dilakukan oleh umatnya, akan tetapi jika dilakukan dengan berniat mengikuti Nabi Saw, maka hukumnya menjadi "mandub". 
·         Perbuatan Nabi Saw yang sifatnya khusus untuk beliau, tidak untuk ummatnya, seperti shalat tahajjud yang hukumnya wajib bagi beliau, tetapi bagi umatnya adalah sunnah.
·         Perbuatan Nabi Saw. dalam rangka menjelaskan ke-mujmal-an lafadz yang terdapat dalam al-Qur'an. Sementara konsekuensi hukum yang harus diterima Nabi sebagai mubayyin adalah wajib, artinya beliau wajib menyampaikan tentang makna mujmal yang terdapat dalam al-Qur'an.
·         perbuatan Nabi Saw. yang berada antara tataran syar'i dan jibilli (watak kemanusiaan), seperti berhaji dengan menggunakan kendaraan, turun dari mahshob (tempat melempar jumrah di Mina). Dalam poin ini para ulama berbeda pendapat, apakah mengendarai Nabi Saw. ketika berhaji dan turunnya beliau dari mahshob akan diarahkan sebagai perbuatan yang tidak bernilai syar'i ataukah bernilai syar'i? Menurut sebagian ulama mengatakan bahwa perbuatan Nabi yang seperti itu tidak bernilai syar'i dan tidak pernah dianjurkan kepada umatnya. Sedangkan ulama lain berpendapat bahwa hal itu bernilai syar'i dan dianjurkan kepada umatnya, sebab Nabi Saw diutus untuk menjelaskan syariat agama Islam.
·         Perbuatan Nabi Saw. yang berkaitan dengan ibadah maupun muamalah yang di sana terdapat indikasi hukum wajib, mandub atau sunnah, maka hal itu pun berlaku bagi umat-Nya.
·         Perbuatan Nabi yang berlaku pula bagi umatnya, tetapi tidak diketahui apakah mengindikasikan wajib, mandub ataukah mubah. Maka para ulama berbeda pendapat tentang masalah ini, diantara mereka ada yang mengatakan wajib, mandub, mubah dan ada pula sebagian ulama yang tidak berpendapat demikian, karena mereka harus terlebih dahulu mengetahui adanya dalil atau indikasi yang menunjukkan identitas suatu hukum dari perbuatan Nabi Saw
Ada banyak sekali hadits yang menjelaskan masalah ekonomi. Di antaranya:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقا

Dari Ibnu Umar r.a, bersabda nabi saw: "Penjual dan pembeli itu boleh memilih (meneruskan atau membatalkan transaksinya) selama belum berpisah. (HR. al-Bukhariy)
Dalam fiqh klasik dikatakan bahwa akad khiyar (boleh memilih) tidak bisa gugur dengan matinya salah satu orang yang melakukan transaksi di dalam satu majlis, sehingga status khiyar (boleh memilih) bisa berpindah kepada ahli warisnya. Akan tetapi jika tidak ditemukan ahli waris yang layak untuk mengkhiyar akad transaksi, maka seorang imam harus memilih orang lain yang lebih layak diberi kewenangan untuk meneruskan akad transaksi atau membatalkannya.[7]
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي
Barang siapa yang menipu maka bukan termasuk golongan aku.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ وَابْنِ عُمَرَ وَابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الثَّمَرِ حَتَّى يَبْدُوَ صَلَاحُهُ
Dari Jabir bin Abdullah, Ibnu Umar, dan Ibnu Abbas, Rasulullah saw. melarang menjual buah sehingga tampak matangnya (siap untuk dipanen).[8][13]
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَهُمْ يُسْلِفُونَ بِالتَّمْرِ السَّنَتَيْنِ وَالثَّلَاثَ فَقَالَ مَنْ أَسْلَفَ فِي شَيْءٍ فَفِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, "Bahwa nabi Muhammad saw pernah datang ke kota Madinah dan beliau melihat penduduk Madinah memesan kurma dengan jangka waktu dua tahun atau tiga tahun, lalu beliau bersabda barang siapa yang memesan sesuatu, maka pesanlah sesuatu yang dapat diketahui takaran dan timbangannya sampai jangka waktu yang telah ditentukan.
c)      Ijma’
Al-ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid setelah wafatnya rasulullah saw pada suatu masa tentang suatu perkara.[9] Faktor yang mendukung terhadap Kehujjahan al-Ijma' ada tiga macam, antara lain
1. Al-Qur`an. Allah Swt berfirman,
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. (Q.S. an-Nisa', 59).
Ibnu Abbas menafsirkan lafadz ulil amri dengan para mujtahid dan ahli fatwa, sehingga dengan penafsiran yang dikemukakan oleh ibnu abbas mengindikasikan bahwa wajib mengikuti segala keputusan yang telah disepakati oleh kalangan mujtahid (ulama).
Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali. (Q.S. an-Nisa', 115)
Dalam ayat ini Allah Swt. telah mengancam terhadap orang-orang yang tidak mengikuti jalan kaum mukminin. Oleh karena itu wajib hukumnya mengikuti jalan kaum mukminin yang berupa perbuatan dan perkataan mereka.
2. Hadits Nabi saw yang berbunyi,
إِنَّ أُمَّتِي لَا تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلَالَةٍ
Sesungguhnya umatku tidak akan berkumpul atas suatu kesesatan (HR. Ibnu Majah)
3. Landasan syar'i yang menjadi pedoman para mujtahid untuk memutuskan hukum secara ijma (sepakat). Ijtihad mereka tidak akan pernah terlepas dari pemahaman teks yang mereka pahami, kaidah-kaidah syar'i, prinsip-prinsip umum, urf dan mashlahat mursalah. Dengan adanya landasan syar'i yang melatarbelakangi para mujtahid untuk sepakat menghukumi persoalan atau peristiwa yang terjadi ditengah-tengah mereka, maka hal itu membuktikan bahwa landasan syar'i yang mereka gunakan adalah qath'i (pasti).
Di antara perkara yang telah disepakati oleh para ulama dalam bidang ekonomi adalah haramnya riba, haramnya berbuat zhalim kepada orang lain, haramnya menipu dalam berdagang, dan lain sebagainya. Ada juga kesepakatan mereka yang berupa kaidah, seperti kaidah berikut:
الأصل في المعاملة الإباحة إلا ما دل الدليل على خلافه
Hukum asal segala bentuk muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang menunjukkan tidak boleh.            
d)     Qiyas
Qiyas adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada nasnya dengan hukum yang sudah ada ketetapan nashnya.
Qiyas biasanya dirumuskan sebagai kiat untuk merumuskan suatu hukum.ada beberapa unsur yang harus dimiliki diantaranya ialah :
1.      Al-ashlu
Adalah pekerjaan mukallaf yang sudah ada nash hukumnya biasanya disebut dengan maqis ‘alaih, mahmul ‘alaih, musyabbah bih.
2. al-far’u
Adalah pekerjaan mukallaf yang belum ada nash hukumnya
3. hukum asal
Adalah hukum syar’i yang ada pada asal
4. illat
Sifat yang ada pada hukum asal yang menjadi alasan ditetapkan hukum asal.
Dalam bidang muamalat biasanya dikemukakan contoh tentang hak syuf’ah, yakni hak pembelian bagi seseorang yang berserikat dalam penjualan sebidang tanah ataupun tempat tinggal. Dalam hal ini persekutuan merupakan illat adanya hak suf’ah. Adapun hikmahnya adalah untuk menghindari kesulitan yang timbul disebabkan masuknya orang lain yang bukan sekutunya.
e)      Istihsan
Istihsan menurut etimologi adalah anggapan baik akan sesuatu sedangkan menurut ternminologi adalah perpindahan seorang mujtahid dari ptuntutan qiyas jaly terhadap qiyas khafi . atau dari hukum kulli kepada hukum pengecualian karena ada dalil yang mencela akal dan dimenangkan baginya perpindahan ini.
Contoh dalam bidang ekonomi adalah akad salam[10]
Al-maslahah al-mursalah
Yakni mempertimbangkan yang tidak diakui maupun yang dianulir oleh syari’at[11]. Atau al-maslahah mursalah adalah kemaslahatan yang dimutlakan, yang menurut ulama’ ushul adalah kemaslahatan dimana syari’ tidak mensyariatkan hukum untuk mewujudkan kemaslahatan tersebut, akan tetapi juga tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau pembatalannya[12].  Contohnya karena kemaslahatan para sahabat rasulullah saw mensyariatkan pengadaan penjara, mencetak mata uang,ataupun maslahah lainnya yang dituntut daruruat yang bertujuan untuk kebutuhahan atau kebaikan.
Penjelasan tentang definisi ini adalah pembentukan hukum kdimaksudkan untuk merealisasikan kemaslahatan umat manusia. Artinya bertujuan untuk mendatangkan keuntungan dan menolak mudarat. Contoh dalam bidang ekonomi islam adalah larangan dumping pada penjualan suatu produk.
f)       Al ‘urf
‘urf adalah sesuatu yang sering dikenal manusia dan menjadi tradisinya, baik berupa ucapan atau perbuatannya. Menurut istilah ahli syara’ ‘urf yang bersifat perbuatan adalah seperti pengertian manusia tentang jual beli dengan pelaksanaan tanpa sighah yang diucapkan.’urf yang bersifat ucapan adalah seperti pengertian manusia tentang kemutlakan lafaz lahm (daging) yang bermakna daging sapi tau sapi tanpa mengaitkan daging ikan.
Contoh dalam bidang ekonomi islam adalah jual beli dengan sistem multi level marketing syari’ah ,konsinyasi, dan lain-alain
g)      Al-istishab
Yaitu dalah menetapkan hukum pada waktu kedua berdasarkan keberadaan hukum tersebut sudah ada waktu pertama, karena tidak ada faktor yang yang menuntut terjadinya perubahan.[13]
 Apabila seseorang mujtahid ditanya tentang kontrak atau pengelolaan, dan dia tidak menemukan dalil syara’ yang memutuskan hukumnya maka dihukumi kebolehan kontrak atau pengelolaan tersebut .
h)      Sadd al-dzari’ah
Munurut al qarafi adalah memotong jalan kerusakan sebagai cara untuk menghindari kerusakan tersebut. Menurut asyatibi dalam kitabnya al muawafaqat fi ushul as al syari’ah adalah menolak yang boleh agar tidak mengantarkan kepada sesuatau yang dilarang.[14]
Contohnya dalam ekonomi islam adalah larangan pengikalanan produk minuman keras sebagai jalan untuk menutup konsumsi minuman keras.
4.       Karakteristik Ekonomi Islam
Ada beberapa karakteristik ekonomi Islam diantaranya sebagai berikut:
Pertama: Harta kepunyaan Allah dan manusia khalifah harta. Karakteristik pertama ini terdiri dari dua bagian, yaitu semua harta, baik benda maupun alat produksi adalah milik (kepunyaan Allah), dan manusia adalah khalifah atas harta miliknya. Hak milik pada hakikatnya adalah milik Allah. Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah.
KeduaEkonomi Islam terikat dengan akidah, syariat (hukum) dan moral. Hubungan ekonomi Islam dengan akidah Islam tampak jelas dalam banyak hal, seperti pandangan Islam terhadap alam semesta yang disediakan untuk kepentingan manusia. Di antara bukti hubungan ekonomi dan moral dalam Islam adalah:
Larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat.
Larangan melakukan penipuan dalam transaksi.
Larangan menimbun emas dan perak atau sarana-sarana moneter lainnya, sehingga mencegah peredaran uang, karena uang sangat diperlukan buat mewujudkan kemakmuran perekonomiandalam masyarakat. Menimbun uang berarti menghambat fungsinya dalam memperluas lapangan produksi dan penyiapan lapangan kerja buat para buruh.
Larangan melakukan pemborosan, karena akan menghancurkan individu dalam masyarakat.

Ketiga: Keseimbangan antara kerohanian dan kebendaan. Islam adalah agama yang menjaga diri, tetapi juga toleran (membuka diri). Selain itu, Islam adalah agama yang memiliki unsur keagamaan (mementingkan segi akhirat) dan sekularitas (segi dunia).
Keempat: Keadilan dan keseimbangan dalam melindungi kepentingan individu dan masyarakat. Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik. Hanya keadilan yang dapat melindungi keseimbangan antara batasan-batasan yang ditetapkan dalam sistem islam untuk kepemilikan individu dan umum.
Kelima: Bimbingan Konsumsi. Dalam konsumsi Islam mempunyai pedoman untuk tidak melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
Keenam: Petunjuk Investasi. Kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan Islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi.
Ketujuh: Zakat. Zakat adalah sedekah yang diwajibkan atas harta seorang muslim yang telah memenuhi syarat, bahkan ia merupakan rukun Islam yang ketiga. Zakat merupakan sebuah sistem yang menjaga keseimbangan dan harmoni sosial di antara muzzaki dan mustahik. Zakat juga bermakna komitmen yang kuat dan langkah yang konkret dari negara dan masyarakat untuk menciptakan suatu sistem distribusi kekayaan dan pendapatan secara sistematik dan permanen.
Kedelapan: Larangan riba. Islam telah melarang segala bentuk riba karenanya itu harus dihapuskan dalam ekonomi Islam. Pelarangan riba secara tegas ini dapat dijumpai dalam al-Quran dan hadist. Arti riba secara bahasa adalah ziyadah yang berarti tambahan, pertumbuhan, kenaikan, membengkak, dan bertambah, akan tetapi tidak semua tambahan atau pertumbuhan dikategorikan sebagai riba.
Kesembilan: Pelarangan Gharar. Ajaran islam melarang aktivitas ekonomi yamg mengandung gharar. Gharar adalah sesuatu dengan karakter tidak diketahui sehingga menjual hal ini adalah seperti perjudian.[15]





DAFTAR PUSTAKA
Sayyid Muhammad Syatho ad-Dimyathi, I'anah Thalibin, juz 3, hlm 35
Zakaria al-anshori, qayah al-wushul,haromain hal.107
Nur chamid,jejak langkah sejarah pemikiran islam,pustaka pelajar, hal.v
Ika yunia fauza, abdul kadir riyadi, prinsif dasar ekonomi isalm perspektif maqashid al-syari’ah,prenadamedia group, cet-ke2
yusuf qardhawi,fiqih islami,maktabah wahbiyah,hal.10
wahbah zuhaili, fiqih islam wa adillatuhu,hal.33
Ika yunia fauzia, abdul qadir,prinsip dasar ekonomi islam,hal:18
Abd.wahab khalaf,ilmu ushul fiqh,dar al-rasyid, hal.23
Tim pembukuan purnasiswa 2011, jendela mazhab,lirboyo press
http://www.suduthukum.com/2015/11/karakteristik-ekonomi-islam.html





[1] Nur chamid,jejak langkah sejarah pemikiran islam,pustaka pelajar, hal.v
[2] Ika yunia fauza, abdul kadir riyadi, prinsif dasar ekonomi isalm perspektif maqashid al-syari’ah,prenadamedia group, cet-ke2,hal.2
[3].yusuf qardhawi,fiqih islami,maktabah wahbiyah,hal.10
[4].wahbahzuhaili, fiqih islam wa adillatuhu,hal.33
[5] Ika yunia fauzia, abdul qadir,prinsip dasar ekonomi islam,hal:18
[6] Abd.wahab khalaf,ilmu ushul fiqh,dar al-rasyid, hal.23
[7] Sayyid Muhammad Syatho ad-Dimyathi, I'anah Thalibin, juz 3, hlm 35

[9] Zakaria al-anshori, qayah al-wushul,haromain hal.107
[10] Abdul wahab khalaf,ilmu ushul fiqh,hal.57
[11] Tim pembukuan purnasiswa 2011, jendela mazhab,lirboyo press,hal.5
[12] Abdul wahab khalaf,ilmu ushul fiqh,hal.61
[13] Tim pembukuan purnasiswa 2011, jendela mazhab,lirboyo press,hal.5
[14] Eka yunia fauzia, abd qadir riyadi, prinsip dasar ekonomi, hal.28
[15] http://www.suduthukum.com/2015/11/karakteristik-ekonomi-islam.html

cahaya islam

Saya lahir di palembang Jenjang pendidikan Sd 168 rantaubadak Smp n 3 merlung Aliyah as'ad jambi S1 muamalah S2 hukum ekonomi syari'ah

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama