kaidah pertama

 

Kaidah Asasi Makro

(al qawâid al fiqhiyah al kulliat al kubro)

a.      Al umûr bi maqâshidihâ

الأمور بمقاصدها

“segala perilaku (perbuatan atau ucapan) bergantung pada tujuannya”

Kaidah ini merupakan kaidah paling pokok dalam sebagian besar bangunan fiqih.  Dari bab ibadah, muamalah, munakahah dan bab-bab yang lain. pasalnya niat seringkali menjadi pertimbangan dalam menentukan hukum.

Bentuk yang sama dengan kaidah ini adalah

لَا ثَوَابَ إِلَّا بِالنِيَّةِ

“tidak ada pahala kecuali dengan niat”[1]

b.     A. Makna kaidah

Secara etimologi الأمور  merupakan bentuk jamak dari kata أمر  yang berarti setiap persoalan atau pekerjaan anggota badan. Yang dimaksud disini adalah segalla bentuk perbuatan manusia baik berupa perbuatan badan  ataupun perkataan.

Secara gelobal maksud kaidah ini adalah bahwa hukum yang berkaitan dengan suatu suatu perbuatan tergantung pada tujuan orang yang melakukan. Dengan kata lain perbuatan seseorang tergantung pada niat yang ia maksudkan. Sehingga seseorang dapat diberi pahala karena mengerjakan sesuatu dengan tujuan taat pada Allah dan rasulnya. Tapi jika bermaksud kebalikannya yakni bermaksud maksiat maka akan mendapat dosa.

c.      B. Dasar kaidah

kaidah ini berdasarkan hadist nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنَيَّاتِ

“segala sesuatu tergantung pada niat”

Menurut kalangan syafi’yah hadist ini menunjukkan bahwa segala perbuatan orang mukallaf bisa diakui syara’ ketika niatnya benar. Ketika niat benar, maka amal perbuatannya benar. Jika niatnya fasad (rusak), maka amal perbuatannya fasad (rusak ) juga.  Sedangkan menurut hanafiyah bahwa niat hanya sebagai kesempurnaan segala perbuatan, bukan sebagai ukuran keabsahannya.[2]

Hadist yang semakna dengan hadist diatas diantaranya:

يُبْعَثُ النَّاسُ عَلَى نِيَّاتِهِ

“manusia dibangkitkan kelak dihari kiamat diatas niat-niat mereka”.

نِيَّةُ الْمُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ

“niat seorang mukmin lebih dari pada niatnya”.

 

d.     C. Contoh aplikatif kaidah

Misalnya dalam akad wakalah (perwakilan) :

Si A mewakilkan pembelian mobil pada si B . kemudian pertanyaannya oa membeli untuk dirinya (si B) atau untuk orang yang mewakilkan (si A)? maka dari permasalah tersebut yang menjadi penentu adalah niat wakil (si B).  Jika pembelian itu diniatkan untuk muwakkil (si A), maka pembelian itu untuk si A. jika pembelian tersebut diniatkan untuk si B maka mobil tersebut milik si B.

e.      D. Pengecualian kaidah

Pada dasarnya segala sesuatu tergantung pada maksud orang yang melakukan perbuatan. Akan tetapi ada beberapa permasalahan yang tidak sesuai dengan kaidah ini. maksudnya hukum perbuatan tersebut tidak tergantung pada niat orang yang melakukan. Diantaranya ialah:

1. Seseorang yang bekerja atau mengelola barang milik orang lain tanpa izin. Ketika ada kerugian yang timbul sebab pekerjaannya maka ia harus menanggungnya. Meskipun perbuatan tersebut diluar kehendaknya.

2.     Seseorang yang berkata sesuatu yang bisa menimbulkan sanksi, semisal mencela oranglain meskipun tidak ada niatan untuk mencela maka tetap disanksi atas perbuatannya tersebut.

f.      E, Kaidah turunan

kaidah pertama ini memiliki cabang kaidah diantaranya ialah:

العبرة فى العقود للمقاصد والمعاني لا للألفاظ والمبانى

“yang diperhitungkan didalam akad-akad adalah maksud dan maknanya bukan lafadz nya”



[1] Ibrahim muhammad mahmud hariri, madkhal ilal qawaid al fiqhiah,dar amar, h.79

[2] Imam Nahei, Mengenal Qawaid Fiqhiyah,(Tanwirul Afkar:2021)h. 60

cahaya islam

Saya lahir di palembang Jenjang pendidikan Sd 168 rantaubadak Smp n 3 merlung Aliyah as'ad jambi S1 muamalah S2 hukum ekonomi syari'ah

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama